Ah tentu saja tidak. Daun-daun kuning dan coklat yang gugur dari beringin besar tempatku bersandar ini seperti kelopak-kelopak bunga sakura berwarna merah muda. Maka menunggu selama setengah jam tak menjadikanku risau sama sekali. Tersenyum sendiri di taman depan sekolah juga tak masalah. Karena siapa sangka dia meminta bertemu. Kubaca berulang kali sms yang kuterima semalam, dari nomor yang kunamai 'Cahaya Hati', hehehe...
"Maaf bisa bertemu di taman depan sekolah jam 3 sore?"
Hm... sms perdana dari nomor yang sejak empat bulan terakhir ini tak pernah membalas satupun sms dariku. Kulihat warna huruf-hurufnya pun seolah berwarna warni seperti bunga...
Lalu di sinilah aku menunggunya. Tiba lebih awal tiga puluh menit sebelum jam perjanjian. Mengira-ngira apa yang akan dia katakan. Teringat semburat merah muda di wajahnya saat kuserahkan kotak coklat itu kemarin.
Mengharapkannya sedikit tersenyum padaku mungkin agak berlebihan. Atau apakah dia ingin berterima kasih atas sekotak coklat yang kuberikan di hari ulang tahunnya itu?
Aku kembali bertanya-tanya sambil menghitung daun beringin yang gugur lalu menyapa pundakku dengan lembut. Tak terasa pukul tiga tepat, alarm ponselku sudah berbunyi, menyanyikan lagu 'I Heart You' dari boyband Indonesia yang memang kupasang sebagai lagu pengingat alarm. Hehe, harap maklum...
Ketika itu tiba-tiba,
"Assalamu'alaikum..." suara yang telah begitu kukenal menyapaku dari balik punggungku.
"Wa... wa'alaikumsalam," jawabku gelagapan. Refleks kumatikan ponselku yang sedang bernyanyi riang. Alamak... bisa gawat kalau sampai dia dengar lagu 'cenat-cenut' dari ponselku. Tepat waktu banget sih datengnya.
"Du... duduk Nur," ucapku sambil menunjuk bangku di sebelah tempatku duduk. Dia tidak menjawab, tetapi sibuk mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Aku jadi merasa bego sendiri, mana mau dia duduk di sebelahku.
Aku bingung mau duduk atau berdiri. Kurasakan wajahku memanas. Tas ranselku tiba-tiba jatuh ke tanah. Sepertinya jadi aku yang salah tingkah.
"Aku mau mengembalikan ini" katanya datar. Aku terbengong. Kulihat sekotak coklat yang kuberikan kemarin berada di tangannya, tersodor kepadaku.
"Kenapa?" tanyaku.
"Aku tidak bisa menerimanya," jawabnya sambil menatap ke tanah, dan tangannya masih menyodorkan kotak itu.
"Kalau kamu keberatan mengingat tingkahku selama ini, kamu tidak usah khawatir coklat ini berkaitan dengan perasaanku..." aku ragu-ragu mengucapkan itu, karena aku pernah mengutarakan cinta padanya lewat sms, hehe... gombal banget sih aku jadi cowok...
Dia terdiam. Wajahnya masih menunduk dan coklat di tangannya masih tersodor ke arahku.
Angin berhembus dan daun beringin kembali gugur. Kali ini ia tak menjadi bunga sakura. Perasaanku mulai tak enak.
"Coklat tak selalu berkaitan dengan cinta," kataku pelan-pelan.
"Ya aku tahu, tapi aku benar-benar minta maaf..." katanya.
Hening di antara kami.
"Maaf..." ulangnya.
Aku menghembuskan nafas perlahan.
"Tidak apa-apa, memang aku hanya bertaruh dengan coklat-coklat itu. Meski sedikit berharap, tapi kupikir aku memang sudah siap kalau-kalau kau memang akan mengembalikannya," oh, sebenarnya aku tak siap...
"Maaf aku harus mengembalikan ini."
"Tidak apa-apa, ini untukmu saja. Mana mungkin aku menerima sesuatu yang telah kuberikan."
"Bukan begitu, aku memang tidak bisa menerima ini."
"Kalau kamu tidak mau memakannya kau bisa berikan pada orang lain."
"Tidak bisa, kamu yang harus memeberikannya pada orang lain itu. Ada yang lebih mengharapkan coklat-coklat ini darimu," jawabnya. Aku terdiam beberapa saat.
"Maya maksudmu? Kamu kan temannya, kamu saja yang berikan."
"Kamu yang harus berikan padanya..."
"Maaf nur, tapi..."
"Maaf, tolong kamu berikan pada Maya.”
Lalu dia meletakkan coklat itu di bangku di hadapanku, dan pergi begitu saja. Bahkan ia tak mengucapkan salam seperti ketika ia datang.
Aku di sini sendiri menatap sosoknya yang menjauh menuju gerbang sekolah.
Kutatap kotak coklat yang teronggok di hadapanku. Ketika terdengar olehku...
"Mengapa hatiku cenat-cenut tiap ada kamu..." ponselku bernyanyi lagi, kali ini menandakan sms masuk. Rupanya tadi hanya kumatikan alarmnya.
"Nut..." Kali ini benar-benar kumatikan. Lalu terduduk kembali di bawah beringin tua dengan daun-daun berguguran. Tak ada satupun daunnya yang seperti bunga sakura...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar